Minggu, 15 Agustus 2010

Situs Sangiran, Situs purbakala evolusi manusia terlengkap di dunia

Barangkali tak banyak yang tahu situs purbakala Sangiran. Sangiran merupakan tempat ditemukannya Pithecanthropus erectus (Java Man) terlengkap. Pithecanthropus erectus diklasifikasikan sebagai Homo Erectus. Sangiran terletak sekitar 15 km dari Surakarta, dengan luas area arkeologi kurang lebih 48 km2. Sekitar 60 lebih fosil manusia purba ditemuan di tempat ini. Dengan demikian Sangiran dianggap sebagai situs purbakala terlengkap di dunia yang dapat menggambarkan evolusi manusia. Di tahun 1996 Sangiran ditetapkan sebagai World Heritage oleh UNESCO.

Saya tak terlalu tertarik dengan penemuan tersebut. Sampai suatu hari, ketika saya berkunjung ke UGM tanggal 13 Agustus lalu dalam rangka menjalin inisiatif kerjasama untuk Kompas Knowledge Society, saya terkejut dengan sebuah paparan dari teman teman di UGM tentang kiprah Prof. DR. Teuku Jacob, seorang paleoantroplog paling berpengaruh di Indonesia, Guru Besar Antropologi dan Profesor Emeritus Fakultas Kedokteran UGM yang karya dan pemikirannya kontroversial. Dialah orang yang berjasa membawa kembali fosil Java Man ke Indonesia setelah sempat diperdagangkan. Prof. DR. T Jacob juga menolak anggapan para ahli barat, bahwa manusia purba Sangiran bertradisi mengayau, yaitu memenggal kepala lalu memakan otak sesamanya.

Yang paling menarik adalah perdebatan akademik internasional Prof. DR. T Jacob yang memperjuangkan penemuannya, bahwa fosil di Liang Bua, Flores adalah bagian dari salah satu subspecies Homo Sapiens dengan ras Austrolomelanesid. Ini artinya, fosil fosil tersebut merupakan manusia modern yang berciri sama dengan penduduk Flores yang masih eksis saat ini, yang memang sebagian menunjukan kecenderungan kelainan sebagai manusia kerdil Hobbit (microcephaly). Ini berbeda dengan Paleoantroplog Australia yang menyimpulkan bahwa fosil tersebut adalah bukti adanya spesies berbeda yang bukan manusia modern yang mungkin memberi petunjuk ditemukannya "missing link" antara Homo Neanderthalensis dan Homo Sapiens.

Kisah tentang Situs Sangiran, situs purbakala evolusi manusia terlengkap dunia dan kontroversi tentang manusia Hobbit Flores sedang digarap menjadi sebuah program dokumenter "JEJAK NUSANTARA" oleh tim Kompas Gramedia Production. Semoga memberi kontribusi bagi program program televisi yang mendidik dan bermanfaat.


Jakarta, 15 Agustus 2010.







Rabu, 11 Agustus 2010

UJUNG GENTENG, Keindahan yang tersisa di ujung pulau Jawa

Apa definisi rekreasi atau wisata versi anda? Berkunjung ke tempat tempat menarik, tidur di hotel mewah dan makan di restoran ternama? Atau mencari tempat-tempat baru nan eksotis, tidur tak perlu di hotel berbintang. Yang anda lebih perlukan adalah anda mendapat inspirasi atau pelajaran baru dari interaksi anda dengan alam dan lingkungan sekitar. Kalau yang kedua yang ada pilih, maka Ujung Genteng pantas anda kunjungi. Saya menyebutnya wisata petualangan.

Jika anda sudah putuskan untuk berlibur ke Ujung Genteng, lupakan 6 hingga 8 jam perjalanan dengan mobil. Lupakan 2 km jalan tak beraspal yang harus anda tempuh untuk mencapai pantai Pengumbahan, tempat dimana anak-anak anda bisa melepas Tukik (anak Penyu) ke alam bebas. Lupakan mandi air hangat atau penginapan kelas bintang karena tidur di penginapan murah dan menyatu dengan alam adalah sebuah pengalaman sekaligus pembelajaran. Semuanya pantas anda jalani, karena begitu anda tiba di Ujung Genteng, sebuah daerah pesisir pantai selatan Jawa Barat yang eksotis, semua kelelahan itu akan terbayar lunas.



Saya dan keluarga berangkat dari Jakarta pukul 7 pagi. Meski sudah mencoba sepagi mungkin, tetapi kemacetan pertama justru kami temui di exit toll Ciawi menuju Sukabumi. Hampir dua jam dihabiskan di perjalanan dari Cibubur hingga sepanjang jalan menuju Sukabumi. Tak biasanya selama ini. Biang keladinya ternyata sebuah truk yang terguling di depan Rancamaya. Selepas kemacetan, mobil kami berjalan perlahan karena lalu lintas sangat padat. Ada dua jalur yang bisa diambil menuju Ujung Genteng dari Jakarta. Yang pertama adalah jalur normal arah Sukabumi, sampai Cibadak belok kanan ke arah Pelabuhan Ratu. Akan ada petunjuk arah ke Ujung Genteng ambil kiri ke arah Surade. Alternatif yang lebih dekat adalah sebelum Cibadak ada petunjuk arah belok kanan menuju Pelabuhan Ratu. Kebetulan saya menggunakan GPS Garmin yang langsung mengarahkan saya ke alternatif kedua yang lebih dekat. Jalan yang saya lalui melewati perbukitan. Pemandangan cukup menarik, mulai dari kebun teh, perkebunan karet, hutan pinus hingga perkebunan sawit. Jalannya masih baru dan mulus, tetapi tergolong kecil sehingga tak mungkin kendaraan bisa melaju cepat. Hanya saja ada beberapa tempat yang sedang dibangun saluran air yang belum selesai. Tak usah takut tersesat karena banyak petunjuk arah dan orang yang bisa membantu memberi tahu arah jalan.

Kami tiba di Ujung Genteng pukul 14:30 sore. Karena sudah mereservasi penginapan, kami dijemput di pertigaan Ujung Genteng oleh penjaga resort kami bernama pak Bombom. Kami menginap di Linda's Resort, sebuah resort yang terletak paling dalam dan ujung, tetapi dekat dengan pantai Pangumbahan, tempat Penyu bertelur. Tempatnya cukup bersih dan merupakan rumah permanen dengan 4 kamar, cukup menampung sekitar 10 orang. Perjalanan dari pertigaan Ujung Genteng menuju penginapan sangat menarik dan menantang. Untungnya kami menggunakan Pajero Sport, sehingga kondisi jalanan yang berlubang dan becek bisa diatasi dengan mudah. Banyak penginapan sepanjang pantai yang layak, mulai dari Pondok Hexa, Pondok Adi, Mama Losmen, Villa Ujang dan Batu Besar, tetapi umumnya penuh pada saat weekend atau liburan. Saya sarankan agar anda memesan penginapan sejak dari jakarta. Jangan mengharapkan kamar atau penginapan sekelas hotel berbintang, karena tidak akan anda temukan. Yang banyak dijumpai adalah rumah rumah panggung atau penginapan dengan dinding dari kayu atau bilik tanpa pendingin ruangan. Penduduk Ujung Genteng umumnya ramah dan sangat membantu. Karena jarak penginapan yang menjorok jauh ke pedalaman, saya disarankan untuk membeli makanan. Saya putuskan membeli ikan di TPI Ujung Genteng. Harga ikan disana relatif terjangkau, bahkan menurut saya jauh lebih murah dibanding jika membeli ikan di Jakarta.


Sore hari, kami langsung menuju pantai Pangumbahan, tempat dimana penangkaran Penyu berada. Pantai Pangumbahan tak kalah dengan pantai pantai indah dunia lainnya. Lonely Planet menulis setidaknya ada 10 pantai yang pantas dikunjungi karena keeksotisannya. Sebut saja pantai Dahab di Mesir, Kerala Coast di India, Isla Mujeres di Mexico atau Ko Pha Ngan di Thailand. Saya kira pantai Pangumbahan tak kalah eksotis dibanding pantai-pantai diatas. Dengan pasir putih yang begitu lembut dan ombak yang bergulung tinggi, tempat ini sering dikejar para surfer kelas dunia untuk berselancar. Tak jauh dari pantai ini berdiri penginapan Batu Besar (Big Rock) yang dibangun oleh 5 orang peselancar asal Australia.




Tepat ketika senja mulai merapat, kami diperkenankan untuk melepas anak anak penyu yang malam sebelumnya baru menetas. Pantai Pangumbahan sendiri merupakan kawasan yang dilindungi Pemerintah sebagai kawasan konservasi alam untuk penyelamatan Penyu. Daerah ini selama ini dipilih secara alami oleh Penyu untuk tempat mereka bertelur dan menetaskan anak anak. Penyu-penyu yang kembali menandakan bahwa kawasan pantai disana masih sangat bersih dan terjaga. Anak anak penyu (Tukik) yang baru menetas dilepas kembali ke alam untuk berkembang biak.



Malamnya kami kembali lagi ketempat penangkaran untuk menunggu Penyu bertelur. Setelah menunggu hampir dua jam, diantara gelap dan debur ombak, kami berhasil menyaksikan Penyu raksasa mendarat dan bertelur. Satu ekor Penyu raksasa bisa bertelur hingga 90 buah dan umumnya lebih dari 90 persen telur menetas menjadi Tukik. Induk Penyu bisa 2 atau 3 kali kembali bertelur dalam periode masa anakan, yaitu pada bulan Juli hingga Oktober. Sayangnya kurang dari 50 % Tukik yang bisa bertahan hingga dewasa. Predatornya adalah ikan ikan besar. Menyaksikan Penyu langka bertelur dan kembali lagi ke laut lepas adalah sebuah pengalaman dan pelajaran langsung terbaik dari alam untuk anak anak kita. Bahkan anak anak kami yang biasanya tertidur jam 9 malam, matanya mampu bertahan hingga pukul 1 dinihari.

Besoknya kami telat bangun karena kelelahan. Rencana ke Curug Cikaso melihat air terjun akhirnya kami batalkan. Gantinya kami bermain main di pantai Pangumbahan hingga siang hari. Agar tak terlalu kemalaman sampai di Jakarta, kami putuskan meninggalkan Ujung Genteng pukul 12 siang.


Perjalanan ke Ujung Genteng adalah sepenggal kisah yang tak akan terlupakan, terutama karena kami mendapat pengalaman baru. Anak anak bisa berinteraksi dengan alam. Pengalaman memegang Tukik dan melepasnya ke laut lepas adalah hal yang akan dibawanya hingga dewasa. Menembus jalan jalan batu tak beraspal, bertemu gerombolan sapi yang menghadang mobil kami juga pengalaman yang mengesankan. Itulah yang kami sebut dengan wisata petualangan. Selamat mencoba.

ujung genteng, 31-1 Agustus 2010.